Rabu, 15 Januari 2014

Perbedaan jilbab dan kerudung



Rasulullah saw memuji orang-orang yang terasing/aneh dalam kehidupan yang rusak. Rasulullah saw. bersabda: "Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu. (HR Muslim no. 145)

Ketika ada seorang muslimah yang mengenakan jilbab dengan baik dan benar, sesuai tuntunan syariat Islam, banyak orang merasa heran. Bahkan ada sebagian besar yang menganggapnya aneh. Sebab, di tengah maraknya busana wanita yang mengeksploitasi keindahan tubuh wanita, muslimah yang mengenakan jilbab dengan sempurna tentunya adalah fenomena keanehan. Sebuah keterasingan.


Banyak kesalahpahaman terhadap Islam di tengah masyarakat. Misalnya saja jilbab. Tak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah kerudung. Padahal tidak demikian. Jilbab bukan kerudung. Dalam kitab Al Muam Al Wasith halaman 128, jilbab diartikan sebagai Ats tsaubul musytamil alal jasadi kullihi (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau Al Mula`ah tasytamilu biha al mar`ah (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).
dan aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Lehernya adalah aurat, rambutnya juga aurat bagi orang yang bukan mahram, meskipun cuma selembar. Seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan maka selain dua itu adalah aurat yang wajib ditutup.Hal ini berlandaskan firman Allah SWT :
Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.”?  (QS An Nuur : 31)
“(Seluruh tubuh) wanita itu adalah aurat.”
Apabila seorang wanita telah baligh maka tidak boleh ia menampakkan (tubuhnya) kecuali wajahnya dan selain ini digenggamnya antara telapak tangan yang satu dengan genggaman terhadap telapak tangan yang lainnya.”
Nabi SAW pernah berkata kepada Asma` binti Abu Bakar :
Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” (HR. Abu Dawud)


Kesalahpahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa busana muslimah itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah terusan atau potongan dianggap bukan masalah. Dianggap, model potongan oke-oke saja, yang penting kan sudah menutup aurat. Kalau sudah menutup aurat, dianggap sudah berbusana muslimah secara sempurna. Padahal tidak begitu. Islam telah menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti yang ditunjukkan oleh nash-nash Al Qur`an dan As Sunnah. Menutup aurat itu hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat. Syarat lainnya misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan bahan tekstil yang transparan atau mengekspolitir lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat atau menggunakan bahan tekstil yang transparan tetap belum dianggap busana muslimah yang sempurna.
kain tipis atau transparan tidak bisa dikatakan menutup aurat. Oleh karena itu apabila kain penutup itu tipis/transparan sehingga nampak warna kulitnya dan dapat diketahui apakah kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat.

dalam hadits riwayat Usamah, bahwasanya ia ditanyai oleh Nabi SAW tentang Qibtiyah (baju tipis) yang telah diberikan Nabi SAW kepada Usamah. Lalu dijawab oleh Usamah bahwasanya ia telah memberikan pakaian itu kepada isterinya, maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya :
Suruhlah isterimu melilitkan (kain lain) di bagian dalam kain tipis itu, karena sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya.”


Hendaklah mereka mentutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS An Nuur : 31)
Dan karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bawah (jilbab) :
Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.”?  (QS Al Ahzab : 59)
Diriwayatkan dari Ummu ‘Athiah RA, bahwa dia berkata :
Rasulullah SAW memerintahkan kami agar keluar (menuju lapangan) pada saat hari raya Iedul Fithri dan Iedul Adlha, baik ia budak wanita, wanita yang haidl, maupun yang perawan.?  Adapun bagi orang-orang yang haidl maka diperintahkan menjauh dari tempat shalat, namun tetap boleh menyaksikan kebaikan dan seruan kaum muslimin.?  Lalu aku berkata: Wahai Rasulullah SAW salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab.?  Maka Rasulullah SAW menjawab: ‘Hendaklah saudaranya itu meminjamkan jilbabnya.”

dr Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah SAW bersabda :
Barang siapa yang melabuhkan/mengulurkan bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti. Lalu Ummu Salamah berkata, Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna). Nabi SAW menjawab,Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal (syibran). Ummu Salamah menjawab,Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap.Lalu Nabi menjawab,Hendaklah mereka mengulurkannya sehasta (dzira`an) dan jangan ditambah lagi.


Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi SAW, pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah yaitu jilbab telah diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki.
Berarti jilbab adalah terusan, bukan potongan. Sebab kalau potongan, tidak bisa terulur sampai bawah. Atau dengan kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah dianggap belum melaksanakan perintah yudniina alaihinna min jalaabibihina (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat tersebut bukan min lit tabidh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan min lil bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi artinya bukanlah Hendaklah mereka mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka (sehingga boleh potongan), melainkan?  Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab harus terusan).(Lihat Nizham Al Ijtima'i fil Islam, hal. 45-51)

jika seorang wanita muslimah keluar rumah tanpa mengenakan jilbab seperti itu, dia telah berdosa, meskipun dia sudah menutup auratnya. Sebab mengenakan baju yang longgar yang terulur sampai bawah?  adalah fardlu hukumnya. Dan setiap pelanggaran?  terhadap yang fardlu dengan sendirinya adalah suatu penyimpangan dari syariat Islam di mana pelakunya dipandang berdosa di sisi Allah. [Muhammad Shiddiq Al Jawi]
 

0 komentar:

Posting Komentar

Rabu, 15 Januari 2014

Perbedaan jilbab dan kerudung

Diposting oleh Unknown di 03.49

Rasulullah saw memuji orang-orang yang terasing/aneh dalam kehidupan yang rusak. Rasulullah saw. bersabda: "Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu. (HR Muslim no. 145)

Ketika ada seorang muslimah yang mengenakan jilbab dengan baik dan benar, sesuai tuntunan syariat Islam, banyak orang merasa heran. Bahkan ada sebagian besar yang menganggapnya aneh. Sebab, di tengah maraknya busana wanita yang mengeksploitasi keindahan tubuh wanita, muslimah yang mengenakan jilbab dengan sempurna tentunya adalah fenomena keanehan. Sebuah keterasingan.


Banyak kesalahpahaman terhadap Islam di tengah masyarakat. Misalnya saja jilbab. Tak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah kerudung. Padahal tidak demikian. Jilbab bukan kerudung. Dalam kitab Al Muam Al Wasith halaman 128, jilbab diartikan sebagai Ats tsaubul musytamil alal jasadi kullihi (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau Al Mula`ah tasytamilu biha al mar`ah (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).
dan aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Lehernya adalah aurat, rambutnya juga aurat bagi orang yang bukan mahram, meskipun cuma selembar. Seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan maka selain dua itu adalah aurat yang wajib ditutup.Hal ini berlandaskan firman Allah SWT :
Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.”?  (QS An Nuur : 31)
“(Seluruh tubuh) wanita itu adalah aurat.”
Apabila seorang wanita telah baligh maka tidak boleh ia menampakkan (tubuhnya) kecuali wajahnya dan selain ini digenggamnya antara telapak tangan yang satu dengan genggaman terhadap telapak tangan yang lainnya.”
Nabi SAW pernah berkata kepada Asma` binti Abu Bakar :
Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” (HR. Abu Dawud)


Kesalahpahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa busana muslimah itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah terusan atau potongan dianggap bukan masalah. Dianggap, model potongan oke-oke saja, yang penting kan sudah menutup aurat. Kalau sudah menutup aurat, dianggap sudah berbusana muslimah secara sempurna. Padahal tidak begitu. Islam telah menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti yang ditunjukkan oleh nash-nash Al Qur`an dan As Sunnah. Menutup aurat itu hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat. Syarat lainnya misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan bahan tekstil yang transparan atau mengekspolitir lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat atau menggunakan bahan tekstil yang transparan tetap belum dianggap busana muslimah yang sempurna.
kain tipis atau transparan tidak bisa dikatakan menutup aurat. Oleh karena itu apabila kain penutup itu tipis/transparan sehingga nampak warna kulitnya dan dapat diketahui apakah kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat.

dalam hadits riwayat Usamah, bahwasanya ia ditanyai oleh Nabi SAW tentang Qibtiyah (baju tipis) yang telah diberikan Nabi SAW kepada Usamah. Lalu dijawab oleh Usamah bahwasanya ia telah memberikan pakaian itu kepada isterinya, maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya :
Suruhlah isterimu melilitkan (kain lain) di bagian dalam kain tipis itu, karena sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya.”


Hendaklah mereka mentutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS An Nuur : 31)
Dan karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bawah (jilbab) :
Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.”?  (QS Al Ahzab : 59)
Diriwayatkan dari Ummu ‘Athiah RA, bahwa dia berkata :
Rasulullah SAW memerintahkan kami agar keluar (menuju lapangan) pada saat hari raya Iedul Fithri dan Iedul Adlha, baik ia budak wanita, wanita yang haidl, maupun yang perawan.?  Adapun bagi orang-orang yang haidl maka diperintahkan menjauh dari tempat shalat, namun tetap boleh menyaksikan kebaikan dan seruan kaum muslimin.?  Lalu aku berkata: Wahai Rasulullah SAW salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab.?  Maka Rasulullah SAW menjawab: ‘Hendaklah saudaranya itu meminjamkan jilbabnya.”

dr Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah SAW bersabda :
Barang siapa yang melabuhkan/mengulurkan bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti. Lalu Ummu Salamah berkata, Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna). Nabi SAW menjawab,Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal (syibran). Ummu Salamah menjawab,Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap.Lalu Nabi menjawab,Hendaklah mereka mengulurkannya sehasta (dzira`an) dan jangan ditambah lagi.


Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi SAW, pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah yaitu jilbab telah diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki.
Berarti jilbab adalah terusan, bukan potongan. Sebab kalau potongan, tidak bisa terulur sampai bawah. Atau dengan kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah dianggap belum melaksanakan perintah yudniina alaihinna min jalaabibihina (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat tersebut bukan min lit tabidh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan min lil bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi artinya bukanlah Hendaklah mereka mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka (sehingga boleh potongan), melainkan?  Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab harus terusan).(Lihat Nizham Al Ijtima'i fil Islam, hal. 45-51)

jika seorang wanita muslimah keluar rumah tanpa mengenakan jilbab seperti itu, dia telah berdosa, meskipun dia sudah menutup auratnya. Sebab mengenakan baju yang longgar yang terulur sampai bawah?  adalah fardlu hukumnya. Dan setiap pelanggaran?  terhadap yang fardlu dengan sendirinya adalah suatu penyimpangan dari syariat Islam di mana pelakunya dipandang berdosa di sisi Allah. [Muhammad Shiddiq Al Jawi]
 

0 komentar on "Perbedaan jilbab dan kerudung"

Posting Komentar

Cute Bow Tie Hearts Blinking Blue and Pink Pointer