Minggu, 27 Agustus 2017

Ketika Hidayah Menyapa




Ketika Hidayah Menyapa
Oleh : Alya Rohalia

Angin terik menerpa wajahku, debu polusi bagai noda yang menutupi gelapnya wajah tetapi kulihat teriknya siang bersinar bagai cahaya penuntun perjalananku, mobil yang kutumpangi berhenti sejenak, dibalik kaca jendela mobil saya melihat sesosok wanita berjilbab besar dan cadar beramai-ramai berjalan kaki disudut jalan kota sambil  kuperhatikan lamat-lamat tampak ada yang aneh, “siapakah mereka?” pikirku waktu itu. Tetiba kudengar suara nenek menyahut rasa penasaranku “kalo ko kuliah dimakassar nanti, pasti bakalan banyak seperti itu ko temui, pesanku janganko ikut-ikutan seperti mereka terlalu menakutkan”. Kemudian sang supir menimpali balik pernyataan nenek “terlalu ekstreamki belah, tidak mau terlalu kenal sama laki-laki dan tidak mau’i juga jabat tangan. Obrolanpun terus berlanjut mengunkap tabir penyelewengan wanita-wanita bercadar, Aku hanya bisa diam mengangguk sambil menyimak memperhatikan nenek dan supir sambil menghibah wanita-wanita berjilbab besar dan cadar karna pada saat itu saya tidak tau apa-apa tentang wanita-wanita tersebut.

Pada saat memasuki awal kuliah saya ditawari oleh teman-teman untuk mengikuti bisnis MLM dan disisi lain saya juga sering diajak pergi kajian oleh pengurus lembaga-lembaga keislaman internal  kampus, dan disitulah saya mulai mengenal akhwat-akhwat yang berjilbab besar dan bercadar. Pada saat teman-teman yang lain menghindar mengikuti kajian-kajian justru saya ingin mengikuti berbagai kajian yang ada karna saya tau diri saya ini mudah sekali terbawah pengaruh, ketika saya dulu semasa SMA terbawah pengaruh oleh teman-teman yang kurang baik kini saatnya dimasa kuliah ini saya ingin menjadi sosok yang lebih baik , ingin menjadi anak yang shalihah untuk kedua orang tuaku, dan ingin menjadi hamba yang taat pada Allah dan Rasulnya.

Memasuki semester 2 saya mulai mengenal tarbiyah, saya dikenalkan tarbiyah oleh tutor SAINS’ku namanya Kak Innah seorang akhwat yang bercadar, disitu persepsi negatif saya tentang cadar mulai sirna, saya diam-diam menyimpan kekaguman pada sosok ayu nan cerdas yang tertutup dihadapanku, padahal mudah saja bagi ia menuai banyak pujian dikarnakan kecantikannya, keramahannhya, kelembutannya, kecerdasannya, tetapi ia lebih memilih menjadi mutiara yang tersembunyi itu. Pernah suatu hari ada adik yang lansung menyatakan kekaguman dikakak tersebut.

“kakak jujur kagumka sama kita” ungkap sang adik,
 “jangan kagum sama saya dek”
“kenapa memang kak ?”
“Karna jika kita kagum kepada seseorang, dan kemudian kita lihat kekurangannya biar sekecil  apapun niscaya kita akan kecewa” menjawab petanyaan sang adik dengan begitu tawadhunya.

Disitu saya merasa iri melihat kakak ini, bukan hanya Kak Innah tetapi kakak-kakak akhwat yang lain yang menempuh jalan hidayah, yang istiqomah memegang teguh agamanya, yang berjuang teguh dijalan-Nya meski kesukaran dan kesulitan datang saling tumpah tindih saling menempa jiwa yang rapuh, mereka lebih memilih untuk mengejar ridho-Nya dibanding ridho manusia, aku iri kepada mereka yang terasing bagai memegang bara api, yang menikmati panasnya terik dunia, yang mesra jiwa-Nya dengan Rabb’nya seolah cacian, makian, hinaan, olokan sudah biasa berlalu karna keteguhan hatinya yang senantiasa mendamba titah Rabb’nya. Jujur aku iri...

“Aku juga ingin seperti mereka” batinku berkata lirih tetapi belum mampu mengamalkan semua, kemudian aku hijrah perlahan memasuki semester 2, langkah awal saya museumkan hijab bermotif yang saya selalu padu padakan dengan tutorial yang ada dan saya museumkan juga baju-baju transparan dan menarik perhatian, dan baju-baju yang tidak menutup aurat, karna dulu saya berhijab buka tutup tanpa tau ilmunya. Inilah awal hijrahku setidaknya menutup aurat dengan sempurna dulu insya Allah jika kita niatkan dengan baik karna Allah, ketaatan-ketaatan yang lainnya akan mengikut.

Diawal hijrah saya mulai memakai gamis dan kerudung menutupi dada, berbagai sebutan tersemai dalam diri baik itu sebutan uztadzah, ibu hadjah, ibu-ibu, dll bukan hanya itu penentangan dari pihak keluarga begitu mengguncang keimanan disertai ancaman untuk meninggalkan apa yang saya yakini selama ini, tetapi saya berusaha tetap bersitegas untuk mempertahankan walau kadang rapuh dalam raga tetapi jalan ini telah membuatku jatuh cinta pada Dia yang menunjukkanku jalan kebenaran, bukan hanya ancaman iming-iming gemerlipan hadiah’pun disemai berharap imanku akan goyah dan mengikuti kata mereka tetapi sesungguhnya nikmat surga lebih indah dibanding itu semua. Biar bagaimanapun saya sangat menyayangi mereka semua, mereka seperti itu karna mereka sayang sama saya dan menginginkan kebaikan pada diri saya.

Semakin berjalannya semester semakin hari saya hijrah secara perlahan, meninggalkan sesuatu yang Allah haramkan dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan burukku tetapi yang kudapati ujian dari Allah begitu menusuk raga, mengguncang keimanan, mengundang deraian air mata, menghentakkan kesombongan jiwa dan menyadarkan kealpaan raga. Nenek yang selama ini dekat denganku yang perlahan mulai sedikit demi sedikit menerima penampilan hijrahku, yang merawatku sedari kecil, memberiku kasih sayang penuh, kini Allah telah memanggilnya kehadapan-Nya, ditambah amukan sijago merah membakar habis tempat hasil berjualan orang tuaku dan Alhamdulillah sekarang semuanya berjalan baik-baik saja, sudah beberapa tahun yang lalu berlalu berakhir dan kini semester 8 saya ditimpa sebuah penyakit miom yang mengharuskan saya untuk operasi dan Alhamdulillah saya sudah menjalani operasi tersebut. Aku tau Allah tidak akan membebani seseorang diluar batas kemampuan hambaNya, semakin tinggi tingkat keimanan seseorang sebesar itupun ujian yang diterima, Allah beri kita ujian untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada-Nya, Allah memberikan kita ujian karna Allah tau kita mampu,  Allah sayang sama kita, sunnguh Allah rindu mendengar rintihan hamba-Nya yang memerlukan pertolongannya. Ujian ini tidaklah seberapa dengan ujian yang dialami oleh para nabi dan Rasul sera wali-wali Allah yang lain, saya yakin setiap ujian pasti menyimpan hikmah dibaliknya kalaupun tidak sekarang kita mengetahuinya Insyaa Allah nanti, dan setiap kejadian itu akan mengajarkan kita untuk semakin mendewasa dan bijak.

0 komentar:

Posting Komentar

Minggu, 27 Agustus 2017

Ketika Hidayah Menyapa

Diposting oleh Unknown di 04.06


Ketika Hidayah Menyapa
Oleh : Alya Rohalia

Angin terik menerpa wajahku, debu polusi bagai noda yang menutupi gelapnya wajah tetapi kulihat teriknya siang bersinar bagai cahaya penuntun perjalananku, mobil yang kutumpangi berhenti sejenak, dibalik kaca jendela mobil saya melihat sesosok wanita berjilbab besar dan cadar beramai-ramai berjalan kaki disudut jalan kota sambil  kuperhatikan lamat-lamat tampak ada yang aneh, “siapakah mereka?” pikirku waktu itu. Tetiba kudengar suara nenek menyahut rasa penasaranku “kalo ko kuliah dimakassar nanti, pasti bakalan banyak seperti itu ko temui, pesanku janganko ikut-ikutan seperti mereka terlalu menakutkan”. Kemudian sang supir menimpali balik pernyataan nenek “terlalu ekstreamki belah, tidak mau terlalu kenal sama laki-laki dan tidak mau’i juga jabat tangan. Obrolanpun terus berlanjut mengunkap tabir penyelewengan wanita-wanita bercadar, Aku hanya bisa diam mengangguk sambil menyimak memperhatikan nenek dan supir sambil menghibah wanita-wanita berjilbab besar dan cadar karna pada saat itu saya tidak tau apa-apa tentang wanita-wanita tersebut.

Pada saat memasuki awal kuliah saya ditawari oleh teman-teman untuk mengikuti bisnis MLM dan disisi lain saya juga sering diajak pergi kajian oleh pengurus lembaga-lembaga keislaman internal  kampus, dan disitulah saya mulai mengenal akhwat-akhwat yang berjilbab besar dan bercadar. Pada saat teman-teman yang lain menghindar mengikuti kajian-kajian justru saya ingin mengikuti berbagai kajian yang ada karna saya tau diri saya ini mudah sekali terbawah pengaruh, ketika saya dulu semasa SMA terbawah pengaruh oleh teman-teman yang kurang baik kini saatnya dimasa kuliah ini saya ingin menjadi sosok yang lebih baik , ingin menjadi anak yang shalihah untuk kedua orang tuaku, dan ingin menjadi hamba yang taat pada Allah dan Rasulnya.

Memasuki semester 2 saya mulai mengenal tarbiyah, saya dikenalkan tarbiyah oleh tutor SAINS’ku namanya Kak Innah seorang akhwat yang bercadar, disitu persepsi negatif saya tentang cadar mulai sirna, saya diam-diam menyimpan kekaguman pada sosok ayu nan cerdas yang tertutup dihadapanku, padahal mudah saja bagi ia menuai banyak pujian dikarnakan kecantikannya, keramahannhya, kelembutannya, kecerdasannya, tetapi ia lebih memilih menjadi mutiara yang tersembunyi itu. Pernah suatu hari ada adik yang lansung menyatakan kekaguman dikakak tersebut.

“kakak jujur kagumka sama kita” ungkap sang adik,
 “jangan kagum sama saya dek”
“kenapa memang kak ?”
“Karna jika kita kagum kepada seseorang, dan kemudian kita lihat kekurangannya biar sekecil  apapun niscaya kita akan kecewa” menjawab petanyaan sang adik dengan begitu tawadhunya.

Disitu saya merasa iri melihat kakak ini, bukan hanya Kak Innah tetapi kakak-kakak akhwat yang lain yang menempuh jalan hidayah, yang istiqomah memegang teguh agamanya, yang berjuang teguh dijalan-Nya meski kesukaran dan kesulitan datang saling tumpah tindih saling menempa jiwa yang rapuh, mereka lebih memilih untuk mengejar ridho-Nya dibanding ridho manusia, aku iri kepada mereka yang terasing bagai memegang bara api, yang menikmati panasnya terik dunia, yang mesra jiwa-Nya dengan Rabb’nya seolah cacian, makian, hinaan, olokan sudah biasa berlalu karna keteguhan hatinya yang senantiasa mendamba titah Rabb’nya. Jujur aku iri...

“Aku juga ingin seperti mereka” batinku berkata lirih tetapi belum mampu mengamalkan semua, kemudian aku hijrah perlahan memasuki semester 2, langkah awal saya museumkan hijab bermotif yang saya selalu padu padakan dengan tutorial yang ada dan saya museumkan juga baju-baju transparan dan menarik perhatian, dan baju-baju yang tidak menutup aurat, karna dulu saya berhijab buka tutup tanpa tau ilmunya. Inilah awal hijrahku setidaknya menutup aurat dengan sempurna dulu insya Allah jika kita niatkan dengan baik karna Allah, ketaatan-ketaatan yang lainnya akan mengikut.

Diawal hijrah saya mulai memakai gamis dan kerudung menutupi dada, berbagai sebutan tersemai dalam diri baik itu sebutan uztadzah, ibu hadjah, ibu-ibu, dll bukan hanya itu penentangan dari pihak keluarga begitu mengguncang keimanan disertai ancaman untuk meninggalkan apa yang saya yakini selama ini, tetapi saya berusaha tetap bersitegas untuk mempertahankan walau kadang rapuh dalam raga tetapi jalan ini telah membuatku jatuh cinta pada Dia yang menunjukkanku jalan kebenaran, bukan hanya ancaman iming-iming gemerlipan hadiah’pun disemai berharap imanku akan goyah dan mengikuti kata mereka tetapi sesungguhnya nikmat surga lebih indah dibanding itu semua. Biar bagaimanapun saya sangat menyayangi mereka semua, mereka seperti itu karna mereka sayang sama saya dan menginginkan kebaikan pada diri saya.

Semakin berjalannya semester semakin hari saya hijrah secara perlahan, meninggalkan sesuatu yang Allah haramkan dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan burukku tetapi yang kudapati ujian dari Allah begitu menusuk raga, mengguncang keimanan, mengundang deraian air mata, menghentakkan kesombongan jiwa dan menyadarkan kealpaan raga. Nenek yang selama ini dekat denganku yang perlahan mulai sedikit demi sedikit menerima penampilan hijrahku, yang merawatku sedari kecil, memberiku kasih sayang penuh, kini Allah telah memanggilnya kehadapan-Nya, ditambah amukan sijago merah membakar habis tempat hasil berjualan orang tuaku dan Alhamdulillah sekarang semuanya berjalan baik-baik saja, sudah beberapa tahun yang lalu berlalu berakhir dan kini semester 8 saya ditimpa sebuah penyakit miom yang mengharuskan saya untuk operasi dan Alhamdulillah saya sudah menjalani operasi tersebut. Aku tau Allah tidak akan membebani seseorang diluar batas kemampuan hambaNya, semakin tinggi tingkat keimanan seseorang sebesar itupun ujian yang diterima, Allah beri kita ujian untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada-Nya, Allah memberikan kita ujian karna Allah tau kita mampu,  Allah sayang sama kita, sunnguh Allah rindu mendengar rintihan hamba-Nya yang memerlukan pertolongannya. Ujian ini tidaklah seberapa dengan ujian yang dialami oleh para nabi dan Rasul sera wali-wali Allah yang lain, saya yakin setiap ujian pasti menyimpan hikmah dibaliknya kalaupun tidak sekarang kita mengetahuinya Insyaa Allah nanti, dan setiap kejadian itu akan mengajarkan kita untuk semakin mendewasa dan bijak.

0 komentar on "Ketika Hidayah Menyapa"

Posting Komentar

Cute Bow Tie Hearts Blinking Blue and Pink Pointer